JAKARTA, Asatunet.com - SETELAH terbukti menerima uang suap sebesar Rp300juta, hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat (DS) dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Keputusan ini keluar setelah DS yang saat itu masih menjabat sebagai hakim terbukti menerima uang Rp300 juta ketika mengadili perkara yang menjerat mantan Wali Kota Kediri Samsul Ashar di PN Surabaya.
Hakim DS dinyatakan terbukti melanggar Angka 5 butir 5.1.1 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Nomor 47/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) jo Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Panduan Penegakan KEPPH Pasal 9 Ayat 4 huruf a bahwa hakim harus berperilaku tidak tercela.
"Menjatuhkan sanksi kepada DS dengan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat," ucap Ketua Sidang MKH Hakim Agung Desnayeti saat membacakan putusan di Gedung MA, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Adapun, kasus ini berawal saat DS menjadi ketua majelis hakim di PN Surabaya yang menyidangkan terdakwa mantan Wali Kota Kediri (Alm) Samsul Ashar karena terlibat tindak pidana korupsi proyek pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri pada 2021. Samsul dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU). Namun, kemudian dia divonis 4 tahun 6 bulan penjara.
Pada kasus yang berbeda, saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Hakim PN Surabaya IIH bersama panitera pengganti MH, kemudian terungkap bahwa kasus ini ada kaitannya dengan kasus Samsul Ashar. MH diketahui terlibat dalam rangkaian dugaan tindak pidana gratifikasi saat menjadi panitera pengganti di PN Surabaya yang akhirnya juga menyeret nama hakim terlapor DS.
Menurut majelis, hal yang meringankan adalah terlapor melakukan pelanggaran dalam keadaan tertekan selama proses persidangan kasus Samsul Ashar. Hakim terlapor juga mengakui perbuatannya dan berjanji akan memperbaiki diri.
Sementara itu, hal yang memberatkan adalah terlapor telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Pembelaan diri terlapor dianggap tidak mampu membantah semua tuduhan terhadap terlapor. (*/red)









