Jakarta, Asatunet.com – Posisi Otto Hasibuan sebagai pimpinan organisasi Advokat yang merangkap jabatan Negara menjadi sorotan paska, Mahkamah Konstitusi memutuskan pimpinan organisasi advokat yang merangkap jabatan negara harus nonaktif.
Dalam pembacaan putusan perkara uji materi Undang-Undang Advokat, di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu kemarin, Ketua MK, Suhartoyo, mengabulkan permohonan yang diajukan advokat Andre Darmawan.
“Alhamdulillah, MK telah mengabulkan permohonan ini. Inti putusan MK: setiap pimpinan organisasi advokat yang merangkap jabatan sebagai pejabat negara, baik menteri maupun wakil menteri, harus berstatus nonaktif dari jabatan ketua organisasi,” kata Andre.
Sementara, putusan tersebut berakaitan dengan nama Otto Hasibuan yang notabene menjabat Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi, sejak Oktober 2024 ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sekaligus sebagai Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan.
Andre Dermawan menegaskan, putusan MK menempatkan Otto pada dua pilihan.“Nonaktif sebagai Ketua Peradi, atau mundur dari jabatan Wamen. Ini soal menjaga independensi lembaga advokat, agar tidak ada intervensi kekuasaan,” terang Andre di Gedung MK.
Sementara, uji materi ini diajukan lantaran langkah politik hukum Otto Hasibuan setelah menduduki kursi Wamen. Dalam rapat kerja nasional Peradi di Bali, hanya sebulan setelah dilantik, Otto mendesak Mahkamah Agung mencabut Surat Edaran Nomor 73/2015 tentang penyumpahan advokat.
Langkah Otto dianggap Andre sebagai bentuk keberpihakan. “Rekomendasi itu tidak bisa dipisahkan dari jabatan beliau sebagai wakil menteri. Menurut Andre, rekomendasi itu seolah datang dari kementerian, bukan dari sebuah organisasi profesi.
Pertantangan ini berulang kali diingatkan publik sejak 2014, ketika MK memutuskan bahwa penyumpahan advokat tidak boleh dikaitkan dengan satu organisasi. Putusan Nomor 112/PUU-XII/2014 itu menegaskan bahwa organisasi advokat harus bebas dan mandiri.
Untuk itu, Andre menilai jabatan ganda Otto berbahaya. “Ada potensi konflik kepentingan. Bisa jadi kewenangan pejabat negara digunakan untuk kepentingan kelompok organisasi,” ujarnya.